Selasa, 13 Maret 2012

Aku mempertahankanmu ,karena aku menyayangimu..

Diposting oleh anisHIM di 06.27

Aku Mempertahankanmu Karena Aku Menyayangimu


Kenapa hubungan ini ingin aku pertahankan? Jawabannya adalah karena aku mencintaimu. Sebuah penjelasan yang gamblang bukan?

----------------------------------------------------------

Kita tak bisa seperti ini terus kalau ingin tahan lama. Menurutku, kita jangan berkomunikasi dulu sampai situasinya mendingan. Kumpulkan saja rindunya dulu, nanti, jika sudah sangat rindu, baru kita akan berkomunikasi lagi. Tapi, dengan syarat, kita tetap konsisten untuk saling menjaga hati dan setia. Intinya, kita harus berusaha membuat hubungan kita terkesan tak menjenuhkan jika ingin langgeng.

Delivered. Pesan itu pun terkirim setelah aku berpikir keras bagaimana caranya mempertahankan hubunganku dengannya. Setelah situasi rasanya kondusif, lalu pesan baru pun ku kirim lagi.

Aku ingin bertemu dengamu.

Beberapa saat kemudian, dia pun membalas pesanku.

Kebetulan sekali. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Segera bersiap-siap, aku akan menjemputmu.

Sejam kemudian, aku melihat dari jendela kamarku mobilnya yang telah terparkir di depan gerbang rumahku.
"Silahkan masuk." Dia membukakan pintu mobilnya dan memperlakukanku bak putri raja, setelah aku keluar dari rumah tuk menemuinya.
"Berapa kali kamu lakukan hal konyol seperti ini? Aku bosan. Sudah ku bilang, aku bukan putri raja."
"Kamu memang bukan putri raja, tapi, kamu pantas diperlakukan bak putri raja."
"Gombal. Kamu selalu mengatakan hal yang sama." Dia langsung berjalan berbalik arah untuk masuk ke mobil. Aku yang tadi merengut untuk menyembunyikan responku yang sebenarnya, lalu tertawa kecil melihat caranya memperlakukanku.

Dia mengajakku ke restoran tepi pantai. Semelir angin di tepi pantai tersebut memberikan kesejukan dan kedamaian bagiku. Benar-benar seperti terapi. Angin yang menghembusku bak memberikan kekuatan untuk menjelaskan apa yang ku rasakan pada orang yang kini duduk di depanku. Ah, dia begitu necis dan tampan malam ini. Kemeja putih, serta jeans hitam yang dikenakannya, begitu membuat dirinya semakin terlihat mempesona.
"Untuk apa sih kita menjalani semua ini?" Pertanyaan itu pun muncul dari bibir yang tak ku poles dengan apa-apa malam ini, dan terkesan sinis rasanya.
"Aku tidak tau." Dia menjawab singkat dan polos.
"Suatu hubungan itu memang tak selalu indah. Ada saat-saat sulitnya dan ada juga saat-saat kita saling mengecewakan satu sama lain secara sadar atau pun tak sadar. Kan kamu sendiri yang mengatakan seperti itu."
"Iya, aku tau itu. Lalu, kita harus bagaimana?" Tanyanya tiba-tiba langsung memasang wajah memelas.
"Jangan seperti itu. Aku lebih menyukai jika kamu bersikap dewasa dan bijaksana."
"Maafkan aku. Baiklah. Lanjutkan bicaramu."
"Nah, sekarang kembali lagi ke kita. Apakah kita mau menikmati masa-masa indahnya saja atau mau menjalani bersama masa-masa sulitnya?" Lanjutku.
"Bukankah kita telah berkomitmen untuk menjalani semuanya bersama-sama? Jika aku hanya memilih masa-masa indahnya, berarti aku telah melanggar komitmen kita. Untuk apa kita menjalani ini semua jika hanya untuk kesenangan emosional sesaat?" Aku mengangguk. Aku senang ketika dia bersikap dewasa dan bijaksana seperti itu. Karena dengan begitulah, aku merasa dia mengajariku akan banyak hal. Aku juga merasa dia menjaga dan melindungiku.
"Tujuanku yang paling utama dalam menjalani hubungan ini adalah untuk saling belajar, bertukar pikiran, dan lain-lain. Biar kita bisa mendapatkan pelajaran yang membuat kita semakin dewasa. Aku yakin, di setiap masa-masa sulit pasti tersembunyi masa-masa indah yang akan kita dapatkan sebagai hadiahnya."
Aku pun menghela nafas karena dia kembali bergeming, tak bersuara, dan tak memberikan respon apa pun.
"Aku merasa kepercayaan dirimu mulai hilang. Dan kamu menjadi tak percaya lagi padaku."
"Bukankah itu kenyataannya? Aku tak lebih baik dari orang yang kamu kagumi itu." Katanya merendahkan diri.
"Aku hanya mengaguminya. Aku tidak menyayanginya layaknya aku menyayangimu." Jelasku.
"Tetap saja, aku tidak lebih baik dari yang kamu kagumi itu." Ia tetap menyanggah pendapatku. Aku menghela nafas. Berhenti sejenak tuk menyusun kalimat yang pas untuk menjelaskan padanya.
"Begini, sebelumnya, aku secara tidak langsung pernah menolakmu karena aku tak ingin kehilangan kamu sebagai salah satu sahabatku kan? Karena waktu itu, aku merasa, care dan simpatiknya aku ke kamu, hanya sebatas antara sahabat ke sahabat saja." Aku mencoba mem-flashback cerita masa lalu antara aku dan dia. "Tapi, mengapa sebelum tanggal 'spesial kita itu' aku suka pusing memikirkan perasaanku padamu? Aku pun sadar, ternyata aku menyayangimu, bukan sebagai 'sahabat' tapi sebagai 'orang yang lebih dari sahabat'."
"Terimakasih. Ku pikir, waktu itu cintaku akan selamanya bertepuk sebelah tangan."
"Perhatian dan ketulusanmu ada di saat aku membutuhkan itu semua." Jawabku ingin menggambarkan isi hatiku yang sebenarnya.
Dia. Dia yang kini paling sering menguasai pikiranku itu banyak mengajarkanku hal-hal sederhana yang sebenarnya luar biasa. Aku belajar dari dia bahwa cinta yang sebenarnya itu tak pernah memaksa untuk dapat saling memiliki sepenuhnya, tapi, jika dia memaksa, bisa dipastikan itu bukan seutuhnya cinta, melainkan sudah tercampur dengan yang namanya nafsu dan emosi.
"Aku hanya ingin kamu bahagia. Terkesan bualan memang. Tapi, itulah yang ada di hatiku." Ucapnya.
"Di mataku, kamu adalah laki-laki yang unik dengan segala kelebihanmu. Jadi, kamu jangan pernah merasa kamu itu tak lebih baik dari you-know-who-lah-yaa."
Dia hanya tersenyum kosong. Aku menarik lalu menggenggam tangannya. "Apa kamu belum percaya denganku?" Tanyaku sambil menatapnya lekat-lekat.
"Aku percaya padamu." Jawabnya membuatku jadi belum percaya dengan apa yang diucapkannya tersebut.
"Di satu sisi, mungkin mereka lebih baik dari kamu, tapi, di sisi lain, kamu lebih baik dari mereka. Dan se-perfect apa pun mereka dari luar, itu semua tak akan berlaku di mataku, jika hatiku  hanya padamu."
"Maaf, jika aku tak mempercayaimu. Terimakasih telah membangkitkan kepercayaan diriku lagi. Kamu begitu pintar memotivasiku. Aku begitu bahagia memilikimu." Pujinya sambil menggenggam tanganku yang satunya. Kini, kedua tanganku dikuasai dan digenggam dengan erat olehnya.
"Kamu tau? Adalah suatu kebahagiaan yang luar biasa bagiku jika kamu berubah lebih baik, dan selalu lebih baik lagi. Dan kamu harus memanfaatkan keadaan seperti gini, dimana ini bisa kamu jadikan sebagai motivasi terbesar dalam hidupmu. Tapi, di balik semua itu, jangan membuatku sebagai patokan motivasi terbesarmu, namun, tanamkan dalam otakmu, bahwa kamu selalu ingin menjadi lebih baik adalah usaha untuk persiapanmu dalam menghadapi masa depan."
"Apa kelak kamu tertarik ingin menjadi motivator yang serius di bidangnya seperti Mario Teguh?"
"Aku sedang tidak membahas masalah cita-cita." Aku menjawab pertanyaannya dengan
ketus.
"Kamu lucu kalau sedang gusar seperti itu." Rayunya mesra.
"Jadi, apa kamu ingin aku terus gusar karenamu?"
"Mungkin. Hahahaha." Jawabnya santai. Aku melihat dia tertawa. Aku... Melihat dia tertawa! Mengapa aku ingin menangis kali ini? Mengapa aku merasakan haru yang luar biasa saat aku melihat dia tertawa karenaku? Tuhan, dia tampak lebih tampan saat dia tertawa lepas seperti itu. Mungkin ini berlebihan, tapi... ntahlah. Ada kebahagiaan yang beda saat aku dapat melihatnya tertawa karenaku.
"Kamu benar-benar membuatku gusar sekarang." Ucapku berbohong.
"Baiklah, baiklah. Haha. Maafkan aku. Sungguh, kamu itu terlihat lucu ketika marah. Tapi, kamu terlihat lebih lucu dan cantik ketika kamu tersenyum dan tertawa, sayang."
"Baiklah, malam ini aku akan merelakan kupingku mendengarkan gombalan darimu. Silahkan. Lanjutkan, pertunjukan gombalmu."
"Sayang..." Dia menghentikan tawanya dan memanggilku dengan mesra. Semelir angin di tepi pantai ini masih saja berlomba-lomba meniup rambutku. Terasa sejuk, tapi, tangan seseorang yang kini menggenggam tanganku ini membuatnya hangat. Romantis.
"Aku setuju jika kita menghadapi masa-masa sulit dalam hubungan kita itu secara bersama-sama, dan menjadikannya sebagai alat pendewasaan diri untuk kita. Aku akan mencoba untuk menjaga perasaanmu sebisa yang ku bisa. Dan aku tak kan lagi membatasi ruang lingkup pergaulanmu. Karena aku percaya hatimu hanya untukku." Lanjutnya.
"Oke. Satu hal yang perlu kamu tau, walaupun sebenarnya kamu sudah mengetahuinya."
Aku pun melanjutkan kembali perkataanku setelah dia tersenyum manis melihatku. "Kita telah masuk pada masa dimana banyak konflik yang akan menguji kita. Jangan dihindari, karena setiap hubungan pasti akan ada masa-masa sulitnya. Tapi, kita harus pintar untuk memanfaatkan keadaan. Di sinilah kita belajar salah satu dari sekian banyak realita kehidupan. Semakin panjang waktu kita untuk menghadapi ini semua, pasti akan semakin banyak pelajaran yang kita dapatkan untuk mengerti tentang kehidupan di dunia ini."
"Sudah ku bilang, kamu itu cocok menjadi seorang motivator! Kapan-kapan aku akan mengajakmu ke sebuah lingkungan yang terdapat orang-orang yang membutuhkan seorang motivator hebat sepertimu. Kapan kamu bisa? Aku akan mengantarmu."
"Jangan melarikan pembicaraan." Balasku kembali ketus.
"Jangan seperti itu. Aku tidak melarikan pembicaraan. Untuk apa aku melarikan pembicaraan? Lebih baik aku melarikanmu, hahaha." Lagi, dia tertawa lepas, dan itu karenaku. Aku suka. Aku tak ingin menghentikan dia tertawa. Aku ingin dia melepas beban-beban yang Ia pikul selama ini. Aku kan bahagia, bila dia bahagia.
"Mengapa kamu hanya diam?" Tanyanya setelah mungkin heran karena aku hanya mengunci mulut padahal diam-diam tersenyum dalam hati.
"Tidak apa-apa. Ya sudahlah. Aku lapar setelah banyak berbicara. Aku ingin memesan makanan lagi."
"Sayang...." Dia memanggilku lagi dengan lembut ketika aku kembali melihat daftar menu yang disediakan oleh restoran ini.
"Aku menyayangimu." Ucapnya lalu mengecup keningku dengan mesra. Dia mengecup keningku di antara angin-angin yang terus berhembus menebarkan kesejukan. Lembut. Romantis. Aku menyayanginya, lebih dari yang dia tau. Aku tersenyum. Betapa bahagianya aku memiliki dia dengan segala kekurangan dan kelebihan yang tak semua orang memilikinya. Tapi, sebenarnya, masih ada yang ku simpan dalam hati ini. Aku tak tau apakah dia tau atau tidak, tapi, lebih baik, aku diam saja menyimpannya. Aku tak ingin merusak makan malam kami hari ini.




Aku mempertahankanmu karena yang ku lihat kamu sebenarnya masih menyayangiku juga. Tapi, andai kamu tau. Betapa takutnya aku, kalau pada kenyataannya kamu lebih bahagia jika tidak terperangkap bersamaku di sini; menjalani hubungan apa adanya dan biarkan waktu menjawab takdir apa yang akan kita terima kelaknya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

All About Him Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review